Sabtu, 19 April 2014

Misa Malam Paskah 2014 (Pribadi Yang Baik dan Pribadi Yang Tidak Baik)

Hari ini adalah hari Paskah.. 

Hari Paskah adalah hari kebangkitan Yesus Kristus setelah 3 hari Ia wafat karena disiksa dan pada akhirnya
disalibkan.
Sebagai orang Katolik, saya dan keluarga saya pergi merayakannya ekaristi malam Paskah di gereja.
Biasanya kami pergi ke gereja Kalvari, Pondok Gede. Namun karena kami ingin mencoba suasana misa di gereja lain, dan kebetulan gereja yang akan kami datangi, ekaristinya itu dipimpin oleh Bapak Uskup Jakarta Mgr. Ignatius Suharyo. Singkat cerita berangkatlah kami dari rumah menuju gereja St. Katarina, TMII.

Misa dimulai jam 19.00, jam 18.40 kami datang dan melihat umat sudah mulai memenuhi bangku gereja. Dengan dibantu petugas tata tertib, kami mendapatkan tempat duduk di dalam gereja, kebetulan masih terdapat 4 baris yang kosong. Namun ketika kami masuk, ada beberapa Ibu yang sudah sepuh (baca : tua, bhs Jawa halus) yang tampaknya tidak terlalu welcome dengan kedatangan kami. Ah, biar saja yang penting kami tetap sopan, begitu pikir saya.  

Saya memiliki dua anak, Kania dan Arsen, cowok dan cewek, yang Kania usianya 3 tahun kurang 1 bulan, sedangkan Arsen usianya 1 tahun kurang 2 bulan. Awal kami datang di gereja, mereka tenang, malahan Arsen dalam posisi tidur. Tidak lama kemudian, setelah mereka adaptasi dengan situasi dan kondisi yang ada, Kania mulai bertanya kepada saya mengenai neon box yang ada di dalam gereja, neon box itu berjumlah empat belas dan memang benar-benar eye catching bagi anak saya, Kania, ya deretan neon box itu adalah prosesi Jalan Salib. Saya pun dengan senang menjelaskan kepada Kania yang sedang dalam usia emasnya selalu ingin tahu keadaaan sekitarnya. Namanya anak-anak, dia tidak hanya sekedar bertanya mengenai hal itu, mulailah dia bercerita tentang hal ini dan hal itu yang semua berasal dari imajinasinya dan pengalaman di sekolahnya. Saya mulai mendengar gerutu Ibu sepuh di belakang kami, mungkin ia terganggu dengan kegaduhan yang dibuat Kania. Namanya anak-anak, sistem tubuhnya masih belum bisa ditebak, Kania pun pup di gereja, karena dia pakai baby diapers, saya suruh dia lanjutkan pup-nya, nanti tinggal dibuang baby diapers-nya sambil dibersihkan di toilet. Tanpa diduga, saya dapati sikap yang sungguh tidak menggambarkan seorang yang baik, Ibu sepuh itu menutup hidungnya dengan buku panduan yang ia pegang, padahal tercium pun tidak bau feses Kania. Ditambah lagi sikap tidak sopannya itu ia tunjukkan ketika ia duduk dan menyilangkan kakinya, entah disengaja atau tidak, kakinya mendorong kursi yang saya duduki, sehingga kursi itu terasa mulai maju dan membuat tempat berdiri saya menjadi sempit dan akhirnya saya terdorong oleh kursi saya yang didorong oleh kakinya, untun saja si Bapak yang mengingatkan bahwa kakinya itu telah mendorong kursi saya.

Di dalam misa malam Paskah, ada tradisi penyalaan lilin Paskah, Kania dan Arsen senang dengan suasana malam di dalam gereja yang lampunya dipadamkan semua, dan hanya diterangi oleh lilin-lilin umat yang menyala. Saking riangnya, dia bersuara dan sekali lagi mungkin suaranya ini mengganggu si Ibu itu lagi. Hal itu terjadi sepanjang misa, gerutu dan omelan lirih yang saya dengar lama-lama membuat saya kesal, dan sempat saya berfikir, apa orang ini tidak dianugerahi anak ya? makanya dia tidak bisa menerima hal wajar yang dilakukan anak kecil. Sampai ketika Kania mau mengajak toss dengan suami dari Ibu ini, Ibu ini melirik sinis, dan sudah barang tentu itu membuat kekesalan saya memuncak, saya pun balas memelototi dia, hampir saja saya mau berucap "ini hanya sikap anak-anak yang wajar, sikap ada sebagai orang dewasa sungguh tidak tepat, dan kalau boleh saya jujur, saya lebih terganggu dengan batuk berdahak anda". Tapi syukurlah saya masih bisa menahan emosi saya. 

Tuhan meredakan emosi saya dengan menghadirkan pribadi-pribadi yang baik yang duduk di sekitar tempat duduk saya tadi malam. Dua orang Ibu sepuh mengajak Arsen bermain tiup lilin, dan seorang Ibu sepuh lain mengajak Kania menerima berkat dari Uskup ketika komuni dilaksanakan, selain itu anak muda di samping kananku mengajak Kania bersenda gurau, dan terakhir ketika misa sudah usai, seorang Ibu di depan tempat duduk kami menanyai Kania dan akhirnya Kania mulai bercerita tentang adiknya dan sekolahnya sendiri. 

Pelajaran yang kudapati tadi malam, tidak semua orang itu baik, bahkan tidak semua orang Katolik itu baik. Selalu saja ada orang yang tidak baik di kehidupan kita, namun percayalah jumlah orang baik lebih banyak. Tinggal pilihan kita, mana yang mau kita ikuti menjadi orang baik atau menjadi orang yang tidak baik dengan kepribadian yang tidak menyenangkan seperti Ibu tua yang sedari tadi saya ceritakan..

Inilah kesan Paskah saya di 2014, Selamat Paskah saudaraku, semoga kita diperbarui Tuhan Yesus yang bangkit dari mati untuk menjadi pribadi-pribadi yang lebih baik lagi dari sebelumnya....Berkah Dalem. 

Kamis, 03 April 2014

Airport Tax Yang Mencekik

Airport Tax Yang Mencekik


Pada tahun 2013 yang lalu ada beberapa bandara yang tampak sedang berbenah untuk mempercantik diri dengan merenovasi atau membangun infrastruktur bandaranya. Pembangunan yang dimaksud adalah pembangunan bandara secara fisik, ada yang menambah fasilitas baru, merenovasi yang sudah ada, atau bahkan membangun bandara baru seperti halnya bandara Kualanamu, Medan.

Secara penampilan tentu bandara yang sudah menata dirinya itu tampil menjadi bandara yang lebih gagah, mewah, dan juga anggun secara fisik, Namun bagaimana dengan kualitas manajemennya?

Di awal April tahun 2014 ini, PT. Angkasa Pura menaikkan tarif pajak bandara atau yang lebih dikenal dengan istilah airport tax. Dari yang semula di kisaran Rp.40.000,- naik menjadi Rp.75.000,-. Kenaikannya luar biasa, nyaris 100%. Jumlah yang cukup fantastis, di saat maskapai berlomba memberikan tiket murah kepada para calon penumpangnya, pihak bandara justru membebani penumpang pesawat dengan pajak bandara yang tinggi. Alasan pihak bandara menaikkan airport tax adalah untuk mengganti biaya investasi yang sudah dikeluarkan pihak Angkasa Pura. Apakah demikian langkah yang harus ditempuh? 

Bandara memiliki beberapa sumber pendapatan. Dari bermacam-macam pendapatan tersebut, dikelompokkan menjadi dua kelompok pendapatan, pertama adalah pendapatan yang berasal dari penerbangan, dan yang kedua adalah pendapatan yang berasal dari non penerbangan. Jika berbicara pendapatan penerbangan, maka selalu ada nilai surplus di sana, sebab mulai dari pesawat masuk pengawasan tower suatu bandara, penggunaan landasan, berjalan di taxiway, ground handilng hingga parkir, semuanya dikenai biaya oleh bandara, itulah yang disebut dengan pendapatan penerbangan. Sedangkan pendapatan non penerbangan meliputi penyewaan ruang untuk counter maskapai, penyewaan ruang untuk counter pengusaha jasa atau barang dagangan, penyewaan ruang untuk reklame, parkir kendaraan penumpang/pengantar, sewa ATM, dan masih banyak lagi yang sifatnya pendapatan non penerbangan.  

Tahun lalu, masih digunakan sistem gabungan antara divisi aeronautika/penerbangan dengan divisi non aeronautika/non penerbangan, namun sejak tahun 2013 akhir sudah dipisahkan antara kedua divisi tersebut. Dengan sumber pendapatan yang digabung, pada akhirnya akan terjadi penilaian prestasi yang sama. Ya, kepada divisi pendapatan akan muncul satu penilaian saja. Seiring dengan dipisahkannya divisi pendapatan, menjadi pendapatan penerbangan dan pendapatan non penerbangan, maka penilaian akan prestasi pun menjadi dua penilaian, penilaian prestasi untuk divisi penerbangan dan penilaian untuk divisi non penerbangan. Seperti penulis kemukakan di atas bahwa dari segi penerbangan, tidak masalah untuk memberikan kontribusi yang positif kepada perusahaan, terlebih jika bandara tersebut melayani rute-rute internasional, karena jika bandara melayani penerbangan internasional, tarif yang mereka berlakukan lebih tinggi jika dibandingkan dengan melayani penerbangan domestik. 

Lalu bagaimana dengan divisi non penerbangan?

Divisi non penerbangan tentu juga diberi target oleh manajemen untuk mengumpulkan pendapatan dalam jumlah tertentu setiap tahunnya melalui Rencana Kerja dan Anggaran yang mereka susun setiap tahun. Mungkin saja kenaikan airport tax yang saat ini terjadi merupakan salah akibat dari perubahan sistem manajemen pendapatan bandara. Karena divisi penerbangan dan non penerbangan dipisah, dan setiap divisi diminta untuk memberikan kontribusi yang baik kepada perusahaan, maka diambillah kebijakan menaikkan tarif airport tax

Menurut penulis, kebijakan tersebut kurang tepat dan amat disayangkan. Di saat negara kita sedang bergeliat untuk membangun, di saat setiap daerah berlomba-lomba untuk menonjolkan kelebihan-kelebihan daerahnya dengan pariwisata terbaik yang dimilikinya, pihak Angkasa Pura justru menaikkan tarif airport tax yang sungguh tidak sejalan dengan program pemerintah. Semestinya bukan jalan menaikkan airport tax yang harus ditempuh, alih-alih untuk mengembalikan biaya investasi yang sudah dikeluarkan bandara, masih banyak jalan lain yang dapat ditempuh, apalagi investasi merupakan biaya yang tidak serta merta secepat kilat dapat dikembalikan kepada manejemen pusat, melainkan dilakukan secara bertahap dan membutuhkan waktu yang cukup lama. Jika alasan lain adalah karena terget yang harus dikejar oleh divisi non penerbangan, toh juga kebijakan pemberlakuan perhitungan sewa ruang yang dilakukan bandara sudah cukup menekan para pelaku usaha di sekitar bandara, artinya pendapatan yang diterima bandara juga sudah cukup besar dari segi penyewaan ruang. Sebagai ilustrasi untuk pembaca, jika pembaca menyewa ruangan di bandara untuk melakukan usaha, maka akan dihitung berapa biaya sewa per meternya, untuk dikalikan dengan luas ruangan tersebut, setelah itu selama pelaku usaha memperoleh omzet, maka pihak bandara akan mengenakan conssetion fee dari omzet yang pelaku usaha terima. Selain itu pengenaan tarif parkir berdasarkan sistem progresif tentunya dapat menolong untuk mencapai target yang ditetapkan. Selain itu yang utama dan pertama adalah mengenai penetapan rencana kerja dan anggaran, semestinya lebih memikirkan kondisi riil di lapangan, tidak hanya sekedar di angan-angan belaka, selain itu jangan hanya memikirkan bagaimana caranya memperoleh pendapatan sebesar-besarnya, namun hendaknya juga dipikirkan bagaimana menekan pengeluaran/biaya-biaya, terutama biaya operasional. Tidak semestinya bandara yang merugi diberikan bonus yang sama dengan bandara yang memiliki prestasi baik.

Semoga tulisan ini menjadi inspirasi bagi kita semua, khususnya pihak manajemen Angkasa Pura...