Rabu, 21 Agustus 2019

Sang Montir

Sebagai penyuka mobil tua, saya sering sekali berurusan dengan montir. Bahkan boleh dibilang kalau mobil tua saya sering keluar masuk bengkel. Saya mempunyai sebuah landrover seri 2A tahun 1970. Saya hitung sudah lebih dari 6 montir/bengkel yang memegang mobil saya. Ada yang sudah tua sekali, tapi ada juga yang masih anak muda. Ada yang nakalan dan ada juga yang baik. Nakalan di sini maksudnya adalah suka memanipulasi data, spare yang baik dilaporkan rusak, harga di naikkan dari harga sebelumnya, bilangnya spare diganti baru padahal hanya di servis saja.

Tapi, ada satu yang saya amati. Ketika mobil saya berpindah rawatan, dari satu montir ke montir lain, ada sesuatu yang menunjukkan kepribadian dari setiap montir. Ya, montir-montir itu ada yang berkeluh kesah atas pekerjaan montir sebelumnya, dan ada juga yang hanya diam, menganalisis kerusakan, mencoba melakukan perbaikan tanpa menggerutu pekerjaan yang "kurang beres" dari montir sebelumnya. Jujur, saya kagum dengan pribadi yang kedua ini. Saya tahu bahwa lebih sulit kalau kita memperbaiki kerusakan yang merupakan kesalahan pekerjaan sebelumnya, tapi dia hanya diam tanpa menyalahkan montir sebelumnya. Biasanya pekerjaan montir yang tidak suka berkeluh kesah ini lebih baik daripada pekerjaan montir yang suka berkeluh kesah.

Sama saja sih dengan pekerjaan lain, pada intinya kalau suatu pekerjaan dilakukan dengan ikhlas niscaya hasilnya juga akan baik. Makanya sering kita temui jargon kerja cerdas, kerja tuntas, kerja ikhlas.. Sudahkan kita melakukan pekerjaan kita masing-masing dengan ikhlas?





Kamis, 18 Juli 2019

LIBURAN KELUARGA KE HONGKONG




Impian pergi ke luar negeri sudah saya idam-idamkan sejak lama...

Puji syukur kepada Tuhan, ketika saya berdinas di kantor saya yang lama, saya boleh dibilang cukup sering pergi ke luar negeri. Diawali dengan negara yang terdekat dengan Indonesia (baca : Jakarta) yakni negara Singapura. Setelah itu setiap tahun rata-rata saya tiga kali ke luar negeri dalam setiap tahun. Total saya ke luar negeri dalam tiga tahun saya berdinas di sana adalah sepuluh negara, itupun ada beberapa negara yang beberapa kali saya kunjungi.. bukan bermaksud sombong lho ya, cuma pamer :)

Tahun 2019 ini saya kembali ke luar negeri, dan yang paling membuat saya berkesan adalah tahun ini pertama kali dalam hidup, saya dan keluarga bisa melakukan perjalanan ke luar negeri bersama-sama, dan itu cukup jauh dan cukup lama. Ya, kami sekeluarga berlibur ke Hongkong. Rencana ini kurang lebih kami susun dalam tiga bulan sebelumnya, dari mulai menentukan tempat berlibur, membuat paspor, hingga akhirnya kami bisa mengurus ijin dari kantor untuk bisa berangkat ke luar negeri.

Kami berangkat dengan tanggal 29 Juni dengan menggunakann Cathay Pacific dengan rute Jakarta-Hongkong. Penerbangan langsung itu menempuh waktu 5 jam. Dengan pesawat yang besar dan pelayanan yang cukup nyaman, penerbangan itu tidak terasa lama. Apalagi kami membawa bayi, sungguh begitu besar perhatian maskapai dengan menjadikan keluarga kami menjadi prioritas. Kami diberi tempat duduk yang lega dan juga dibebaskan dari antrian panjang untuk masuk ke pesawat.

Setelah lima jam lepas landas dari bandara Soekarno Hatta, kami mendarat di bandara internasional Hongkong. Untuk orang yang pertama kali ke Hongkong, kami agak bingung, karena masyarakat Hongkong tidak terlalu bagus bahasa Inggrisnya, kami juga tidak terlalu bagus juga sih bahasa Inggrisnya, tapi minimal kami bisalah untuk berkomunikasi. Namun di Hongkong ini, sedikit sekali orang yang dapat berbahasa Inggris. Untungnya kami bertemu dengan orang Indonesia yang sudah dua puluh tiga tahun tinggal di sana.

Kami menginap di Royal Plaza Hotel yang di sampingnya ada Moko Plaza. Enaknya tinggal di hotel ini karena dekat dengan lokasi perbelanjaan baik Moko Plaza sendiri maupun tempat perbelanjaan tradisional yang dapat ditempuh hanya dengan berjalan kaki saja. Fasilitas hotelnya juga baik, hanya saja untuk menu breakfast selama kami seminggu di sana ya hanya itu-itu saja, tidak ada variasi makanan sama sekali. Bahkan saking hafalnya, saya dan anak saya memainkan permainan menemukan makanan dengan memejamkan mata. Hal itu kami lakukan karena saking hafalnya lokasi setiap makanan yang disajikan,,hehe. Selain dekat dengan pusat perbelanjaan, di Royal Plaza ini terhubung dengan MTR (kalau di Jakarta lebih terkenal dengan MRT). Semua daerah Hongkong terhubung dengan MTR ini. Hari pertama kami menginjakkan kaki di Hongkong, kami hanya beristirahat di hotel saja.

Hari kedua di Hongkong kami ke Noah Ark's, di sana kita bisa melihat bahtera Nuh yang dibuat seriil mungkin dengan ukuran aslinya. Untuk hewannya bukan hewan beneran ya, hanya patung atau bahkan miniatur saja. Di sana kita bisa melihat jaman Nuh membuat bahtera, hewan apa saja yg ia masukkan dalam bahteranya.

Hari ke tiga kami di Hongkong, kami pergi ke Disneyland Hongkong, kami berangkat sudah agak siang, makanya kami tidak bisa menjelajah seluruh wahana permainan yang disajikan di sana. Sungguh sayang memang. Tapi memang jika membawa keluarga dengan anak yang masih kecil, disarankan untuk mengambil paket kunjungan ke Disneyland yang 2 hari, karena kalau cuma satu hari, kasihan anak kecil yang harus mengantri dengan antrian yang mengular dan memakan waktu berjam-jam, apalagi di tengah cuaca yang terik. Banyak wahana menarik dan menyenangkan yang belum pernah kami rasakan sebelumnya, salah satu yang paling membuat aku, istri dan anak-anakku terpukau adalah pertunjukan Mickey dan kawan-kawan dengan efek air dan goyangan kursi yang sesungguhnya... wow, amazing!!

Hari ke empat kami ke Giant Budha, di sana ada patung Budha berukuran raksasa yang jika kita ingin mendekatinya, perlu menaiki ratusan anak tangga. Namun menurutku, perjalanan ke Giant Buddha ini juga sudah merupakan hiburan tersendiri, karena untuk menuju ke area Giant Buddha, kita perlu menaiki kereta gantung, dan jika anda suka tantangan, maka pilihlah kereta gantung dengan lantai kristal, sehingga anda bisa melihat jalan, sungai, hutan yang dilewati untuk menuju ke Ngong Ping. Daerah Ngong Ping ini lebih sejuk jika dibandingkan dengan daerah Hongkong lain, karena memang Ngong Ping ini terletak di daerah tinggi.

Hari ke lima, kami berjalan-jalan ke Peak. Peak ini merupakan daerah ketinggian yang dibangun mall dan juga semacam tower untuk melihat kota Hongkong dari ketinggian. Untuk menuju ke atas, kita bisa menggunakan trem yang menanjak. Saya jadi ingat ketika saya berkunjung ke Penang, ada juga model wisata seperti Peak di Hongkong ini.  Di dalam area Peak ini juga terdapat Maddame Tussauds yang berisi patung figur-figur terkenal yang dibuat dari lilin. Figur Bung Karno dan Pak Jokowi juga dapat ditemui disana.

Hari Ke enam kami berjalan-jalan untuk shopping. Seperti halnya orang Indonesia yang baik hati, yang selalu membawa oleh-oleh ketika berpergian, kami pun melakukan hal yang sama. Kami berbelanja di laddies market, dan juga beberapa tempat lainnya untuk mencari oleh-oleh untuk teman, saudara, dan tetangga kami.

Hari ke tujuh, kami meanfaatkan untuk menikmati fasilitas hotel, kami berenang sepuasnya, setelah itu kami packing, dan makan siang terakhir kali di Moko Plaza sebelum akhirnya kami kembali ke Jakarta dengan penerbangan sore hari dari Hongkong.

Itu sekilas cerita jalan-jalan kami di Hongkong. Kami puas dengan apa yang sudah pernah kami alami selama di Hongkong. Semoga di lain waktu, ada kesempatan lain bagi kami untuk berjalan-jalan bersama keluarga lagi... Buat yang baru mau ke Hongkong, atur waktu sebaik mungkin ya gaes, di Hongkong waktu buka toko dan juga tempat wisata biasanya siang, tapi waktu malamnya lebih panjang. Usahakan bisa sekali perjalanan MTR, beberapa tempat yang searah bisa anda dapat kunjungi.

Happy Travelling Friends...


 






Senin, 29 April 2019

Share pengalaman baby Rex.


Anak saya yang nomor tiga, Rex, sakit. Saya dan istri membawanya ke rumah Sakit tempat di mana dia lahir. Sebenarnya jarak RS itu dengan rumah kami lumayan jauh, tapi karena RS itu pernah menjadi RSIA (Rumah Sakit Ibu dan Anak), maka kami lebih nyaman kalau dibawa ke sana.

Rex sakit batuk dan pilek, lumayan parah batuk dan pileknya, sampai2 dia akhirnya demam tinggi. Diagnosa dari dokter, ada infeksi pada saluran pernafasannya, itulah pemicu demamnya. Setelah di uap, ternyata juga tidak membawa perubahan besar, nafasnya masih seperti terganggu lendir. Dokter memutuskan kalau Rex harus rawat inap.

Saya dan istri tidak masalah kalau Rex harus rawat inap, hanya saja saya tidak tega kalau anak kami yang masih berusia 7 bulan harus di infus. Benar saja, ternyata tidak bisa hanya sekali Rex dipasangi jarum infus, sekali dicoba di ruang transit ketika akan masuk kamar, setelah itu dua kali di ruang IGD, percobaan keempat di lakukan oleh yang katanya ahli, tapi tetap saja gagal. Saya tidak tega anak saya menangis meraung-raung.

Esok paginya, dokter melakukan visit. Dia dengan "pede" bilang kalau keputusannya tepat, karena dengan infus pasti anak akan lebih cepat segar. Lalu saya tunjukkan kepadanya bahwa anak saya belum diinfus. Dengan malu bercampur emosi, dokter itu lalu marah-marah kepada suster yang melaksanakan jaga pada waktu itu. Akhirnya dokter menanyakan kepada saya, untuk dicoba lagi oleh perawat di NICU, konon katanya perawat di sana ahlinya ahli untuk memasangkan infus. Dan syukurlah percobaan itu langsung berhasil.


Setelah berhasil di pasang infus, Suster pasang alat yang bisa mendeteksi kalau cairan infus tersumbat, maka si alat tersebut akan berbunyi. Karena indikatornya hanya itu, maka setiap kali berbunyi, saya tekan bel utk panggil suster, dan Suster pun datang.

Setelah 4 Jam pemasangan infus, baby Rex menangis terus menerus, bahkan hampir 3 Jam dia rewel. Awalnya kami kira dia lapar, tetapi disuapi tidak mau, kami kira dia haus, diberi minum juga tidak mau. Digendong pun masih menangis. Dari tangisannya kami tau dia kesakitan.

Akhirnya saya lihat kok tangannya besar sebelah. Tangan baby Rex yang dipasang infus jadi besar seperti tangan Popeye, dipegang pun sudah keras sekali, seperti balon yg terisi udara full. Itu karena cairan infus tidak masuk ke dalam pembuluh darah melainkan masuk ke jaringan tangan.

Segera saya panggil Suster, dan kami minta supaya dicopot alat infusnya, dan baby Rex tidak saya ijinkan utk dipasang infus lagi, semua obat harus obat minum (bukan injeksi)!!

Masa iya niat berobat kok malah nambah sakit, habislah dokter jaga sama Suster jaga di situ kena omelan kami. Dan sampai 3 jam setelah omelan kami, tangan baby Rex masih dikompres tangannya oleh suster-suster jaga secara bergantian.


Kami kecewa betul dengan pelayanan RS ini, semenjak menjadi RSU, RS ini menjadi menurun kualitasnya. Padahal tidak murah biaya yang setiap pasien keluarkan untuk bisa sehat kemabali. Perlu kami sampaikan bahwa kelas kami di VVIP, nah kalau pelayanan di VVIP saja seperti ini, bagaimana dengan pelayanan di kamar di bawah kelas tersebut. Mengapa pos standby Suster yang hanya berjarak 8 meter dari kamar kami tidak mau mengecek pasien setiap dua jam sekali? Mereka justru meminta keluarga pasien yang mengawasi infus tersebut. Mengecewakan!!

Sebagus dan secanggih apapun alat, anak kita itu adalah alarmnya”, bukan hanya alarm yg dipasang di alat infus itu. Saya menyesal baru mengetahui kesakitan anak saya setelah tiga jam.

Semoga kita selalu diberi kesehatan..amin

Minggu, 10 Maret 2019


"Terimakasih, nanti Tuhan yang membalas ya..."


Dari sejak kecil saya sudah diajarkan oleh orang tua untuk selalu mengucapkan terimakasih setelah menerima pemberian dari orang lain, baik itu pemberian yang wujudnya barang ataupun pemberian yang berwujud pertolongan dari orang lain.

Orang tua saya juga mengajarkan untuk melupakan setiap pemberian yang pernah saya berikan untuk orang lain, sebaliknya saya harus mengingat setiap pemberian yang saya terima dari orang lain. Maka dari itu, saya selalu berupaya membalas setiap kebaikan yang pernah saya terima. 

Saya terus terang kurang simpati dengan apa yang sering orang katakan setelah menerima pemberian, "terimakasih, nanti Tuhan yang membalas ya". Lho.. siapa yang menerima pemberian, kok Tuhan yang disuruh membalas? Kecuali memang kalau kita memberi bantuan kepada anak yatim piatu, korban bencana alam, orang yang tidak punya jabatan dan harta sedikitpun. Tapi manakala orang yang menerima bantuan itu adalah orang yang punya jabatan atau harta, apakah betul ia tidak bisa membantu suatu saat kelak kalau orang yang saat ini memberikan pertolongan gentian membutuhkan pertolongan? 

Maksud saya dari tulisan ini adalah untuk mengingatkan saya sendiri dan juga anda, supaya membalas setiap kebaikan orang lain dengan cara apapun itu, kalaupun kita tidak melakukan kebaikan kepada orang yang pernah menolong kita karena mereka memang tidak pernah meminta pertolongan dari kita, maka lakukanlah kebaikan kepada orang lain yang memang memerlukannya. Saya jadi ingat film "Pay it Forward". 

Selamat berbuat baik.