Senin, 29 April 2019

Share pengalaman baby Rex.


Anak saya yang nomor tiga, Rex, sakit. Saya dan istri membawanya ke rumah Sakit tempat di mana dia lahir. Sebenarnya jarak RS itu dengan rumah kami lumayan jauh, tapi karena RS itu pernah menjadi RSIA (Rumah Sakit Ibu dan Anak), maka kami lebih nyaman kalau dibawa ke sana.

Rex sakit batuk dan pilek, lumayan parah batuk dan pileknya, sampai2 dia akhirnya demam tinggi. Diagnosa dari dokter, ada infeksi pada saluran pernafasannya, itulah pemicu demamnya. Setelah di uap, ternyata juga tidak membawa perubahan besar, nafasnya masih seperti terganggu lendir. Dokter memutuskan kalau Rex harus rawat inap.

Saya dan istri tidak masalah kalau Rex harus rawat inap, hanya saja saya tidak tega kalau anak kami yang masih berusia 7 bulan harus di infus. Benar saja, ternyata tidak bisa hanya sekali Rex dipasangi jarum infus, sekali dicoba di ruang transit ketika akan masuk kamar, setelah itu dua kali di ruang IGD, percobaan keempat di lakukan oleh yang katanya ahli, tapi tetap saja gagal. Saya tidak tega anak saya menangis meraung-raung.

Esok paginya, dokter melakukan visit. Dia dengan "pede" bilang kalau keputusannya tepat, karena dengan infus pasti anak akan lebih cepat segar. Lalu saya tunjukkan kepadanya bahwa anak saya belum diinfus. Dengan malu bercampur emosi, dokter itu lalu marah-marah kepada suster yang melaksanakan jaga pada waktu itu. Akhirnya dokter menanyakan kepada saya, untuk dicoba lagi oleh perawat di NICU, konon katanya perawat di sana ahlinya ahli untuk memasangkan infus. Dan syukurlah percobaan itu langsung berhasil.


Setelah berhasil di pasang infus, Suster pasang alat yang bisa mendeteksi kalau cairan infus tersumbat, maka si alat tersebut akan berbunyi. Karena indikatornya hanya itu, maka setiap kali berbunyi, saya tekan bel utk panggil suster, dan Suster pun datang.

Setelah 4 Jam pemasangan infus, baby Rex menangis terus menerus, bahkan hampir 3 Jam dia rewel. Awalnya kami kira dia lapar, tetapi disuapi tidak mau, kami kira dia haus, diberi minum juga tidak mau. Digendong pun masih menangis. Dari tangisannya kami tau dia kesakitan.

Akhirnya saya lihat kok tangannya besar sebelah. Tangan baby Rex yang dipasang infus jadi besar seperti tangan Popeye, dipegang pun sudah keras sekali, seperti balon yg terisi udara full. Itu karena cairan infus tidak masuk ke dalam pembuluh darah melainkan masuk ke jaringan tangan.

Segera saya panggil Suster, dan kami minta supaya dicopot alat infusnya, dan baby Rex tidak saya ijinkan utk dipasang infus lagi, semua obat harus obat minum (bukan injeksi)!!

Masa iya niat berobat kok malah nambah sakit, habislah dokter jaga sama Suster jaga di situ kena omelan kami. Dan sampai 3 jam setelah omelan kami, tangan baby Rex masih dikompres tangannya oleh suster-suster jaga secara bergantian.


Kami kecewa betul dengan pelayanan RS ini, semenjak menjadi RSU, RS ini menjadi menurun kualitasnya. Padahal tidak murah biaya yang setiap pasien keluarkan untuk bisa sehat kemabali. Perlu kami sampaikan bahwa kelas kami di VVIP, nah kalau pelayanan di VVIP saja seperti ini, bagaimana dengan pelayanan di kamar di bawah kelas tersebut. Mengapa pos standby Suster yang hanya berjarak 8 meter dari kamar kami tidak mau mengecek pasien setiap dua jam sekali? Mereka justru meminta keluarga pasien yang mengawasi infus tersebut. Mengecewakan!!

Sebagus dan secanggih apapun alat, anak kita itu adalah alarmnya”, bukan hanya alarm yg dipasang di alat infus itu. Saya menyesal baru mengetahui kesakitan anak saya setelah tiga jam.

Semoga kita selalu diberi kesehatan..amin